Jumat, 15 Februari 2013

Kata Kata Mutiara Bermakna

"Mencintai adalah menerima apa adanya orang yang kita cintai. Lihatlah itu sebagai anugerah & berkat."

"Tanpa KEYAKINAN setiap PENCAPAIAN akan berujung pen-CAPEK-an. Ragu-ragulah ... dan akan capek."

"KEPERCAYAAN itu seperti KEPERAWANAN, jangan berikan kepada sembarang orang. Sekali kita kehilangan, dia tidak bakal balik lagi. Hati-hati memberikan kepercayaan kepada orang lain ... !

"Kadang lebih baik diam drpd menceritakan masalahmu, karena kamu tahu sebagian orang hanya penasaran, bukan karena mereka peduli.

"Sibuk mencari kesalahan orang lain tidak akan membuat kita lebih baik darinya. Membenahi diri sendiri adalah kunci untuk MENJADI LEBIH BAIK"


"Kita tidak tahu berapa banyak orang yang BERARTI dalam hidup kita ; sampai saat kita sadar bahwa kita MERINDUKAN kehadiran mereka"


"Selalu ada perbedaan dalam sebuah hubungan, yang kadang menyebabkan masalah, tetapi juga menguatkan."


berprasangka baik itu memunculkan yang tak terlihat, merasakan yang tak berwujud dan MENDAPATKAN yang tak mungkin. Berita baiknya, prasangka baik bisa dilatih"


"Kebanggaan masa muda adalah: kekuatan dan kecantikan. Sedangkan kebanggaan masa tua adalah: MENGENDALIKAN LIDAH"


"Anda Bisa Menunda Untuk Berubah Karena Banyaknya Urusan. Tapi Hidup Tidak Pernah Menunda Urusannya Untuk Menunggu Anda Berubah." 


"Sebuah rencana yang hebat dapat gagal hanya karena kurangnya kesabaran."


"Pria sejati bukan dia yg punya banyak wanita dalam hidupnya, namun dia yg menolak banyak wanita hanya demi wanita yg dicintainya."


"Jika Anda tidak pernah GAGAL pada saat dulu, sekarang dan nanti - Itu ARTINYA: Anda tidak pernah melakukan sesuatu. Gagal adalah tanda sebuah keberhasilan."

"Ketika kita meminta, Dia mengabulkan. Ketika kita bersyukur, Dia menambahkan. Ketika kita meminta dan bersyukur, DIA MENGARUNIAKAN KEAJAIBAN"

"Ikhlas adalah tidak menempatkan adanya balas budi dalam ingatan kalian. Mulakan segala sesuatu dengan 'kebaikan' karena dia akan berbuah 'kebaikan' juga bagi diri kalian. Berikan dan Lupakan"

Kesulitan sebesar apapun akan terasa wajar bagi jiwa yang melebihkan syukur daripada mengeluh. Karena, bukan kebahagiaan yang menjadikan bersyukur, tetapi bersyukurlah yang menjadikan kita berbahagia..


Jiwa yang malas, tetap tersesat walaupun sudah sampai.
Jiwa yang tamak, tetap mengeluh diatas kekayaan.
Jiwa yang bersyukur, akan berbahagia bahkan diatas masalah. #syukur itu berkah

Jika ada musuh yang bisa mendekatkan kamu kepada Allah, maka hal itu lebih baik dari pada teman akrab yang menjauhkan kamu dari Allah.



Lelaki inggris bertanya: "Kenapa dalam Islam wanita tdk boleh berjabat tangan dengan laki2?"

Lelaki muslim menjawab: "Bisakah kamu berjabat tangan dengan ratu elizabeth?

Lelaki inggris menjawab: "oh tentu tidak bisa! cuma orang2 tertentu saja yg bisa berjabat tangan dengan ratu."

Lelaki muslim tersenyum & berkata:" Wanita2 dari golongan kami(Kaum muslimin) adalah para ratu, & ratu tidak boleh berjabat tangan dengan pria sembarangan (yg bukan muhrimnya")

Lalu Lelaki inggris bertanya lagi, "Kenapa perempuan Islam menutupi tubuh dan rambut mereka?"

Lelaki muslim tersenyum dan menunjukkan 2 buah permen, ia membuka bungkus permen yg pertama dan membiarkan permen yg kedua tertutup bungkusnya tiba2 dia melemparkan permen2 itu ke lantai yg sangat kotor.

Lelaki muslim bertanya: " Jika saya meminta anda untuk mengambil satu permen,maka permen mana yg akan anda pilih?"
Lekaki inggris spontan menjawab: "Tentu saja yg msh tertutup dg bungkusnya karena isinya tetap bersih dan tdk kotor.."

Dan Lelaki muslim berkata: " Begitulah cara kami orang muslim memperlakukan dan melihat perempuan dari golongan kami"



berikut yang bisa saya persambahkan semoga bermanfaat dan semoga kalian bisa mengambil hikmah dari semua kata kata mutiara tadi , terimakaasih telah berkunjung ke blog saya ..


Kamis, 14 Februari 2013

Daftar Makam Para Auliya Di Indonesia

Assalamu'alaikum.wr.wb.

Buat para ikhwan muslim yang ingin tazdkirotulmaut sekaligus bertawassul pada para wali,berikut ini daftar alamat makam-makam para wali yang tersebar di penjuru
Nusantara. (Tersusun sesuai dg No. Nama Alamat Kecamatan Kabupaten) 

1. Sunan Bonang Kutorejo Kota Tuban 
2. Assamarqondi Gesikharjo Palang Tuban 3. Mahmudin Asari Bejagung Semanding Tuban 
4. Syaih Abdul Jabar Nglirip Singgahan Tuban 
5. Sunan Geseng Gesing Semanding Tuban
6. Sunan Drajat Drajat Paciran Lamongan
7. Maulana Ishak Kemantren Paciran Lamongan 
8. Maulana Mansyur Sendang Duwur Paciran Lamongan 
9. Malik Ibrahim Jl. Malik Ibrahim Kota Gresik 
10. Sunan Giri Giri Kebomas Gresik 
11. Siti Fatimah Leran Manyar Gresik 
12. Sunan Prapen Klangenan Kebomas Gresik 
13. Gua Sunan Kalijaga G. Surowiti Panceng Gresik 
14. Habib Abu Baker Jl. Kauman Kota Gresik 
15. Syaih Jumadilkubro Troloyo Trowulan Mojokerto 
16. Saikhona Yusuf Raasa Tlangu Sumenep 17. Joko Tole Saasa Tlangu Sumenep 
18. Abu Syamsudin Batu Ampar Propo Pamekasan 
19. Sayyid Usman Tamberu Pajegan Pamekasan 
20. Air Mata Ibu Air Mata Kota Bangkalan 21. Saikhona Kholil Mertajasa Kota Bangkalan 
22. Sunan Ampel Ampel Semampir Surabaya 
23. Mbah Sonhaji Ampel Semampir Surabaya 
24. Mbah Soleh Ampel Semampir Surabaya 
25. Sunan Bungkul Darmo Wonokromo Surabaya 
26. Gus Uet Pagerwojo Pagerwojo Sidoarjo 
27. Datuk Ibrahim Alas Purwo Muncar Banyuwangi 
28. K. H. Abdul Hamid Jl. Abdul Hamid Kota Pasuruan 
29. Sayid Arif Segoropuro Segoropuro Pasuruan 
30. Syaih Wasil Sentono Gedong Kota Kediri 
31. Gus Mik Tambakngadi Mojo Kediri 
32. Hasan Minbar Kauman Kalangbret Tulungagung 
33. Mbah Badowi Gunung Cilik Durenan Trenggalek 
34. Sayid Sulaiman Betek Mojoagung Jombang 
35. Syaih Aliman Ngliman Sawahan Nganjuk 
36. Mbah Fatkhur Rohman Poleng Brebek Nganjuk 
37. Hasan Besari Tegalsari Tegalrejo Ponorogo 
38. Syeh Jangkung Landoh Kayen Pati 
39. Syaih Mutamakin Kajen Margoyoso Pati 
40. Mbah Imam Setumbun Sarang Rembang 41. Sayid Hamzah Nglapan Sedan Rembang 
42. Sultan Hadirin Mantingan Kota Jepara 43. Mbah Dimiyati/ Sukri Demeling Mlonggo Jepara 
44. Abu Hasan Syadli Ngrejenu Dawe Kudus 
45. Kaliyetno Ternadi Dawe Kudus 
46. Sunan Kudus Jl. Menara Kota Kudus 
47. Sunan Muria Colo/Muria Dawe Kudus 48. Sunan Kalijaga Kadilangu Kota Demak 49. Raden Fatah Bintoro Kota Demak 
50. Sholeh Darat Bergotopajang Kota Semarang 
51. Habib Ahmad Sapuro Kota Pekalongan 52. Mbah Ruby Klampok Losari Brebes 
53. Raden Purabaya Kramat Kramat Tegal 54. Syaih Subakir Puncak Gunung Tidar Magelang 
55. Khoiri Dawud Sekawetan Tembayat Klaten 
56. Khasan Nawawi Jabalekat Tembayat Klaten 
57. H. Nur Asnawi Mogo Mogo Pemalang 58. Hadi Wijoyo Pajang Lawean Surakarta 59. Sunan Katong Kaliwungu Kaliwungu Kendal 
60. Kyai Gringsing Gringsing Gringsing Batang 
61. Joko Tarub Tarub Ngantru Purwodadi 62. Ki Ageng Selo Selo Ngantru Purwodadi 
63. Syeh Maulana Maghribi Parangkusumo Parangtritis Bantul 
64. Syeh Mahdum Ali Ranji Kebumen Purwokerto 
65. Ki Buyut Tambi Tambi Jatibarang Indramayu 
66. Syeh Ahmad Patroman Tasikmalaya Pangandaran 
67. Syeh Kurotulain Pulaubata Wuadas Krawang 
68. Singa Perbangsa Leran Wuadas Krawang 
69. Habib Husain Luarbatang Pasarikan Jakarta Utara 
70. Pangeran Jayakarta Pulogadung Klender Jakarta Timur 
71. Sutan Hasanudin Banten Kasemen Serang 
72. Tabib Dawud Warungkondan g W. Kondang Serang 
73. Syeh Asnawi Caringin Labuan Pandeglang 
74. Maulana Mansur Cikaduen Cikaduen Pandeglang 
75. R. Kian Santang Suci Godog Garut 
76. Aria Wiratanudatar Cikundul Cikalong Cianjur 
77. Syeh Abdul Muhyi Saparwadi Pamijaan Tasikmalaya 
78. Gunung Santri Banjarnegara Banjarnegara Cilegon 
79. Habib Alwialatas Empang Empang Bogor 
80. R. Wanayasa Manganti Sukamandi Subang 
81. Mbah Toyyib Kampungutan Bekasi 
82. Sumur Bandung Cikapungdung Kota Bandung 
83. Gunung Cibuni Cibuni Bandung 
84. Sunan Gunung Jati Astana Gunungjati Cirebon 
85. Syeh Megelung Karangkendal Cirebon 86. Datuk Kahfi Astana Gunungjati Cirebon 
87. Imam Hanafi Astana Gunungjati Cirebon 
88. Abu Musa Al Banjari Kuantan Martapura Ciamis Kal Sel 
89. Mbah Singaraja Singaraja Singaraja Bali 
90. Abdul Rouf Lekal Samudra Pasai Pasai Aceh 
91. Malikul Dhohir Perlak Perlak Aceh 
92. Al Malikul Saleh Samudra Pasai Pasai Aceh 
93. Teuku Umar Meulaboh Aceh Besar Aceh 
94. Teuku Cik Di Tiro Takengon Aceh Besar Aceh 
95. Gajah Mada Kota Gajah Bandar Lampung Lampung Selatan 
96. Raden Intan Kalianda Bandar Lampung Lampung Selatan 
97. Bata Bagus Ali Tulangbawang Tengah Lampung Selatan 
98. Syeh Burhanudin Padang Panjang Pariaman Sumatra Barat

Semoga kita dapat barokah dari beliau semua amiin..
Alfatihah...

Wassalam.

Daftar Makam Para Auliya Di Indonesia

Assalamu'alaikum.wr.wb.

Buat para ikhwan muslim yang ingin tazdkirotulmaut sekaligus bertawassul pada para wali,berikut ini daftar alamat makam-makam para wali yang tersebar di penjuru
Nusantara. (Tersusun sesuai dg No. Nama Alamat Kecamatan Kabupaten) 

1. Sunan Bonang Kutorejo Kota Tuban 
2. Assamarqondi Gesikharjo Palang Tuban 3. Mahmudin Asari Bejagung Semanding Tuban 
4. Syaih Abdul Jabar Nglirip Singgahan Tuban 
5. Sunan Geseng Gesing Semanding Tuban
6. Sunan Drajat Drajat Paciran Lamongan
7. Maulana Ishak Kemantren Paciran Lamongan 
8. Maulana Mansyur Sendang Duwur Paciran Lamongan 
9. Malik Ibrahim Jl. Malik Ibrahim Kota Gresik 
10. Sunan Giri Giri Kebomas Gresik 
11. Siti Fatimah Leran Manyar Gresik 
12. Sunan Prapen Klangenan Kebomas Gresik 
13. Gua Sunan Kalijaga G. Surowiti Panceng Gresik 
14. Habib Abu Baker Jl. Kauman Kota Gresik 
15. Syaih Jumadilkubro Troloyo Trowulan Mojokerto 
16. Saikhona Yusuf Raasa Tlangu Sumenep 17. Joko Tole Saasa Tlangu Sumenep 
18. Abu Syamsudin Batu Ampar Propo Pamekasan 
19. Sayyid Usman Tamberu Pajegan Pamekasan 
20. Air Mata Ibu Air Mata Kota Bangkalan 21. Saikhona Kholil Mertajasa Kota Bangkalan 
22. Sunan Ampel Ampel Semampir Surabaya 
23. Mbah Sonhaji Ampel Semampir Surabaya 
24. Mbah Soleh Ampel Semampir Surabaya 
25. Sunan Bungkul Darmo Wonokromo Surabaya 
26. Gus Uet Pagerwojo Pagerwojo Sidoarjo 
27. Datuk Ibrahim Alas Purwo Muncar Banyuwangi 
28. K. H. Abdul Hamid Jl. Abdul Hamid Kota Pasuruan 
29. Sayid Arif Segoropuro Segoropuro Pasuruan 
30. Syaih Wasil Sentono Gedong Kota Kediri 
31. Gus Mik Tambakngadi Mojo Kediri 
32. Hasan Minbar Kauman Kalangbret Tulungagung 
33. Mbah Badowi Gunung Cilik Durenan Trenggalek 
34. Sayid Sulaiman Betek Mojoagung Jombang 
35. Syaih Aliman Ngliman Sawahan Nganjuk 
36. Mbah Fatkhur Rohman Poleng Brebek Nganjuk 
37. Hasan Besari Tegalsari Tegalrejo Ponorogo 
38. Syeh Jangkung Landoh Kayen Pati 
39. Syaih Mutamakin Kajen Margoyoso Pati 
40. Mbah Imam Setumbun Sarang Rembang 41. Sayid Hamzah Nglapan Sedan Rembang 
42. Sultan Hadirin Mantingan Kota Jepara 43. Mbah Dimiyati/ Sukri Demeling Mlonggo Jepara 
44. Abu Hasan Syadli Ngrejenu Dawe Kudus 
45. Kaliyetno Ternadi Dawe Kudus 
46. Sunan Kudus Jl. Menara Kota Kudus 
47. Sunan Muria Colo/Muria Dawe Kudus 48. Sunan Kalijaga Kadilangu Kota Demak 49. Raden Fatah Bintoro Kota Demak 
50. Sholeh Darat Bergotopajang Kota Semarang 
51. Habib Ahmad Sapuro Kota Pekalongan 52. Mbah Ruby Klampok Losari Brebes 
53. Raden Purabaya Kramat Kramat Tegal 54. Syaih Subakir Puncak Gunung Tidar Magelang 
55. Khoiri Dawud Sekawetan Tembayat Klaten 
56. Khasan Nawawi Jabalekat Tembayat Klaten 
57. H. Nur Asnawi Mogo Mogo Pemalang 58. Hadi Wijoyo Pajang Lawean Surakarta 59. Sunan Katong Kaliwungu Kaliwungu Kendal 
60. Kyai Gringsing Gringsing Gringsing Batang 
61. Joko Tarub Tarub Ngantru Purwodadi 62. Ki Ageng Selo Selo Ngantru Purwodadi 
63. Syeh Maulana Maghribi Parangkusumo Parangtritis Bantul 
64. Syeh Mahdum Ali Ranji Kebumen Purwokerto 
65. Ki Buyut Tambi Tambi Jatibarang Indramayu 
66. Syeh Ahmad Patroman Tasikmalaya Pangandaran 
67. Syeh Kurotulain Pulaubata Wuadas Krawang 
68. Singa Perbangsa Leran Wuadas Krawang 
69. Habib Husain Luarbatang Pasarikan Jakarta Utara 
70. Pangeran Jayakarta Pulogadung Klender Jakarta Timur 
71. Sutan Hasanudin Banten Kasemen Serang 
72. Tabib Dawud Warungkondan g W. Kondang Serang 
73. Syeh Asnawi Caringin Labuan Pandeglang 
74. Maulana Mansur Cikaduen Cikaduen Pandeglang 
75. R. Kian Santang Suci Godog Garut 
76. Aria Wiratanudatar Cikundul Cikalong Cianjur 
77. Syeh Abdul Muhyi Saparwadi Pamijaan Tasikmalaya 
78. Gunung Santri Banjarnegara Banjarnegara Cilegon 
79. Habib Alwialatas Empang Empang Bogor 
80. R. Wanayasa Manganti Sukamandi Subang 
81. Mbah Toyyib Kampungutan Bekasi 
82. Sumur Bandung Cikapungdung Kota Bandung 
83. Gunung Cibuni Cibuni Bandung 
84. Sunan Gunung Jati Astana Gunungjati Cirebon 
85. Syeh Megelung Karangkendal Cirebon 86. Datuk Kahfi Astana Gunungjati Cirebon 
87. Imam Hanafi Astana Gunungjati Cirebon 
88. Abu Musa Al Banjari Kuantan Martapura Ciamis Kal Sel 
89. Mbah Singaraja Singaraja Singaraja Bali 
90. Abdul Rouf Lekal Samudra Pasai Pasai Aceh 
91. Malikul Dhohir Perlak Perlak Aceh 
92. Al Malikul Saleh Samudra Pasai Pasai Aceh 
93. Teuku Umar Meulaboh Aceh Besar Aceh 
94. Teuku Cik Di Tiro Takengon Aceh Besar Aceh 
95. Gajah Mada Kota Gajah Bandar Lampung Lampung Selatan 
96. Raden Intan Kalianda Bandar Lampung Lampung Selatan 
97. Bata Bagus Ali Tulangbawang Tengah Lampung Selatan 
98. Syeh Burhanudin Padang Panjang Pariaman Sumatra Barat

Semoga kita dapat barokah dari beliau semua amiin..
Alfatihah...

Wassalam.

Senin, 11 Februari 2013

PARA ULAMA DARI JAWA BARAT

Syeikh Abdul Muhyi (1650-1730):Wali Allah, Ulama Besar di Jawa Barat Asli Sasak

[Sasak.Org] Abdul Muhyi, Syeikh Haji (Mataram, Lombok, 1071 H/1650 M-Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya, Jawa Barat 1151 H/1730 M). Ulama tarekat Syattariah, penyebar agama Islam di Jawa Barat bagian selatan. Karena dipandang sebagai wali, makmnya di Pamijahan di keramatkan orang.
Abdul Muhyi datang dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Sembah Lebe Warta Kusumah, adalah keturunan raja Galuh (Pajajaran). Abdul Muhyi dibesarkan di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Pendidikan agama Islam pertama kali diterimanya dari ayahnya sendiri dan kemudian dari para ulama yang berada di Ampel. Dalam usia 19 tahun, ia berangkat ke Kuala, Aceh, untuk melanjutkan pendidikannya dan berguru pada Syeikh Adur Rauf Singkel, seorang ulama sufi dan guru tarekat Syattariah. Syeikh Abdur Rauf Singkel adalah ulama Aceh yang berupaya mendamaikan ajaran martabat alam tujuh -yang dikenal di Aceh sebagai paham wahdatul wujud atau wujudiyyah (panteisme dalam Islam)-dengan paham sunah. Meskipun begitu Syeikh Abdur Rauf Singkel tetap menolak paham wujudiyyah yang menganggap adanya penyatuan antara Tuhan dan hamba. Ajaran inilah yang kemudian dibawa Syeikh Abdul Muhyi ke Jawa.
Masa studinya di Aceh dihabiskannya dalam tempo enam tahun (1090 H/1669 M-1096 H/1675 M). Setelah itu bersama teman-teman seperguruannya, ia dibawa oleh gurunya ke Baghdad dan kemudian ke Mekah untuk lebih memperdalam ilmu pengetahuan agama dan menunaikan ibadah haji. Setelah menunaikan ibadah haji, Syeikh Haji Abdul Muhyi kembali ke Ampel. Setelah menikah, ia meninggalkan Ampel dan mulai melakukan pengembaraan ke arah barat bersama isteri dan orang tuanya. Mereka kemudian tiba di Darma, termasuk daerah Kuningan, Jawa Barat. Atas permintaan masyarakat muslim setempat, ia menetap di sana selama tujuh tahun (1678-1685) untuk mendidik masyarakat dengan ajaran Islam. Setelah itu ia kembali mengembara dan sampai ke daerah Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Ia mentap di Pameungpeuk slama 1 tahun (1685-1686) untuk menyebarkan agama Islam di kalangan penduduk yang ketika itu masih menganut agama Hindu. Pada tahun 1986 ayahnya meninggal dunia dan dimakamkan di kampung Dukuh, di tepi Kali Cikangan. Beberapa hari setelah pemakaman ayahnya, ia melanjutkan pengembaraannya hingga ke daerah Batuwangi. Ia bermukim beberapa waktu di sana atas permintaan masyarakat. Setelah itu ia ke Lebaksiuh, tidak jauh dari Batuwangi. Lagi-lagi atas permintaan masyarakat ia bermukim di sana selama 4 tahun (1686-1690). Pada masa empat tahun itu ia berjasa mengislamkan penduduk yang sebelumnya menganut agama Hindu. Menurut cerita rakyat, keberhasilannya dalam melakukan dakwah Islam terutama karena kekeramatannya yang mampu mengalahkan aliran hitam. Di sini Syeikh Haji Abdul Muhyi mendirikan masjid tempat ia memberikan pengajian untuk mendidik para kader yang dapat membantunya menyebarkan agama Islam lebih jauh ke bagian selatan Jawa Barat. Setelah empat tahun menetap di Lebaksiuh, ia lebih memilih bermukim di dalam gua yang sekarang dikenal sebagai Gua Safar Wadi di Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Menurut salah satu tradisi lisan, kehadirannya di Gua Safar Wadi itu adalah atas undangan bupati Sukapura yang meminta bantuannya untuk menumpas aji-aji hitam Batara Karang di Pamijahan. Di sana terdapat sebuah gua tempat pertapaan orang-orang yang menuntut aji-aji hitam itu. Syeikh Haji Abdul Muhyi memenangkan pertarungan melawan orang-orang tersebut hingga ia dapat menguasai gua itu. Ia menjadikan gua itu sebagai tempat pemukiman bagi keluarga dan pengikutnya, di samping tempat ia memberikan pengajian agama dan mendidik kader-kader dakhwah Islam. Gua tersebut sangat sesuai baginya dan para pengikutnya untuk melakukan semadi menurut ajaran tarekat Syattariah. Sekarang gua tersebut banyak diziarahi orang sebagai tempat mendapatkan “berkah”. Syeikh Haji Abdul Muhyi juga bertindak sebagai guru agama Islam bagi keluarga bupati Sukapura, bupati Wiradadaha IV, R. Subamanggala.
Setelah sekian lama bermukim dan mendidik para santrinya di dalam gua, ia dan para pengikutnya berangkat menyebarkan agama Islam di kampung Bojong (sekitar 6 km dari gua, sekarang lebih dikenal sebagai kampung Bengkok) sambil sesekali kembali ke Gua Safar Wadi. Sekitar 2 km dari Bojong ia mendirikan perkampungan baru yang disebut kampung Safar Wadi. Di kampung itu ia mendirikan masjid (sekarang menjadi kompleks Masjid Agung Pamijahan) sebagai tempat beribadah dan pusat pendidikan Islam. Di samping masjid ia mendirikan rumah tinggalnya. Sementara itu, para pengikutnya aktif menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat bagian selatan. Melalui para pengikutnya, namanya terkenal ke berbagai penjuru jawa Barat.
Menurut tradisi lisan, Syeikh Maulana Mansur berulang kali datang ke Pamijahan untuk berdialog dengan Syeikh Haji Abdul Muhyi. Syeikh Maulana Mansur adalah putra Sultan Abdul Fattah Tirtayasa dari kesultanan Banten. Sultan Tirtayasa sendiri adalah keturunan Maulana Hasanuddin, sultan pertama kesultanan Banten yang juga putra dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati, salah seorang Wali Songo.
Berita tentang ketinggian ilmunya itu sampai juga ke telinga sultan Mataram. Sultan kemudian mengundang Syeikh Haji Abdul Muhyi untuk menjadi guru bagi putra-putrinya di istana Mataram. Sultan Mataram Paku Buwono II (1727-1749) ketika itu bahkan menjanjikan akan memberi piagam yang memerdekakan daerah Pamijahan dan menjadikannya daerah “perdikan”, daerah yang dibebaskan dari pembayaran pajak. Undangan sultan Mataram itu tidak pernah dilaksanakannya, karena pada tahun 1151 H (1730 M) Syeikh Haji Abdul Muhyi meninggal dunia karena sakit di Pamijahan. Berdasarkan keputusan sultan Mataram itulah, oleh pemerintah kolonial Belanda, melalui keputusan residen Priangan, Pamijahan sejak tahun 1899 dijadikan daerah “pasidkah”, daerah yang dikuasai secara turun temurun dan bebas memungut zakat, pajak, dan pungutan lain untuk keperluan daerah itu sendiri.
Makam Syeikh Haji Abdul Muhyi yang terdapat di Pamijahan diurus dan dikuasai oleh keturunannya. Makamnya itu ramai diziarai orang sampai sekarang karena dikeramatkan. Sampai saat ini desa Pamijahan dipimpin oleh seorang khalifah, jabatan yang diwariskan secara turun-temurun, yang juga merangkap sebagai juru kunci makam dan mendapat penghasilan sedekah dari para peziarah.
Karya tulis Syeikh Haji Abdul Muhyi yang asli tidak ditemukan lagi. Akan tetapi ajarannya disalin oleh murid-muridnya, di antaranya oleh putra sulungnya sendiri, Syeikh Haji Muhyiddin yang menjadi tokoh tarekat Syattariah sepeninggal ayahnya. Syeikh Haji Muhyiddin menikah dengan seorang putri Cirebon dan lama menetap di Cirebon. Ajaran Syeikh Haji Abdul Muhyi versi Syeikh Haji Muhyiddin ini ditulis dengan huruf pegon (Arab Jawi) dengan menggunakan bahasa Jawa (baru) pesisir. Naskah versi Syeikh Haji Muhyiddin itu berjudul Martabat Kang Pitutu (Martabat Alam Tujuh) dan sekarang terdapat di museum Belanda, dengan nomor katalog LOr. 7465, LOr. 7527, dan LOr. 7705.
Ajaran “martabat alam tujuh” ini berawal dari ajaran tasawuf wahdatul wujud (kesatuan wujud) yang dikembangkan oleh Ibnu Arabi. Tidak begitu jelas kapan ajaran ini pertama kali masuk ke Indonesia. Yang jelas, sebelum Syeikh Haji Abdul Muhyi, beberapa ulama sufi Indonesia sudah ada yang menulis ajaran ini, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani (tokoh sufi, w. 1630), dan Abdur Rauf Singkel, dengan variasi masing-masing. Oleh karena itu sangat lemah untuk mengatakan bahwa karya Syeikh Haji Abdul Muhyi yang berjudul Martabat Kang Pitutu ini sebagai karya orsinilnya, tetapi besar kemungkinan berupa saduran dari karya yang sudah terdapat sebelumnya dengan penafsiran tertentu darinya.
Menurut ajaran “martabat alam tujuh”, seperti yang tertuang dalam Martabat kang Pitutu, wujud yang hakiki mempunyai tujuh martabat, yaitu (1) Ahadiyyah, hakikat sejati Allah Swt., (2) Wahdah, hakikat Muhammad Saw., (3)
Wahidiyyah, hakikat Adam As., (4) alam arwah, hakikat nyawa, (5) alam misal, hakikat segala bentuk, (6) alam ajsam, hakikat tubuh, dan (7) alam insan, hakikat manusia. Kesemuanya bermuara pada yang satu, yaitu Ahadiyyah, Allah Swt. Dalam menjelaskan ketujuh martabat ini Syeikh Haji Abdul Muhyi pertama-tama menggarisbawahi perbedaan antara Tuhan dan hamba, agar -sesuai dengan ajaran Syeikh Abdur Rauf Singkel-orang tidak terjebak pada identiknya alam dengan Tuhan. Ia mengatakan bahwa wujud Tuhan itu qadim (azali dan abadi), sementara keadaan hamba adalah muhdas (baru). Dari tujuh martabat itu, yang qadim itu meliputi martabat Ahadiyyah, Wahdah, dan Wahidiyyah, semuanya merupakan martabat-martabat “keesaan” Allah Swt. yang tersembunyi dari pengetahuan manusia. Inilah yang disebut sebagai wujudullah. Empat martabat lainnya termasuk dalam apa yang disebut muhdas, yaitu martabat-martabat yang serba mungkin, yang baru terwujud setelah Allah Swt. memfirmankan “kun” (jadilah).
Selanjutnya melalui martabat tujuh itu Syeikh Haji Abdul Muhyi menjelaskan konsep insan kamil (manusia sempurna). Konsep ini merupakan tujuan pencapaian aktivitas sufi yang hanya bisa diraih dengan penyempurnaan martabat manusia agar sedekat-dekatnya “mirip” dengan Allah Swt.
Melalui usaha Syeikh Haji Muhyiddin, ajaran martabat tujuh yang dikembangkan Syeikh Abdul Muhyi tersebar luas di Jawa pada abad ke-18.*** (Suplemen Ensiklopedi Islam Jilid I, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, cet-9, 2003, hal. 5-8.)
Syekh Datuk Kahfi r.a
Syekh Datuk Kahfi(dikenal juga dengan nama Syekh Idhofi atauSyekh Nurul Jati) adalah tokoh penyebar Islam di wilayah yang sekarang dikenal dengan Cirebon. Beliau juga merupakan leluhur dari raja-raja Sumedang era Islam.
Beliau pertama kali menyebarkan ajaran Islam di daerah Amparan Jati. Syekh Datuk Kahfi merupakan buyut dari Pangeran Santri (Ki Gedeng Sumedang), penguasa di Kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat.
Menurut legenda, di pantai utara Jawa Barat terdapat dua buah pesantren yang terkenal dan dipimpin oleh orang-orang keturunan Arab. Yang satu berada di Karawang, dipimpin oleh Syekh Quro dan yang satu lagi di Amparan Jati dipimpin oleh Syekh Nurjati atau Syekh Nurul Jati.
Sedangkan Syekh Dzatul Kahfi atau lebih mudah disebut Syekh Datuk Kahfi atau Syekh Datuk Khafid yang bernama asli Idhafi Mahdi, adalah seorang muballigh asal Baghdad . Beliau tiba di Pelabuhan Muara Jati bersama rombongan sebanyak 22 orang, dua diantaranya adalah wanita, dan diterima dengan baik oleh Ki Jumajan Jati, sang syahbandar Pelabuhan Muara Jati, yang kemudian memperbolehkannya untuk menetap di sana.
Syekh Datuk Kahfi bersama rombongannya kemudian menjadi murid dari Syekh Nurjati. Bahkan kemudian, ketika memasuki usia yang telah lanjut, Syekh Nurjati lalu menunjuk Syekh Datuk Kahfi sebagai penggantinya untuk memimpin di pesantren Amparan Jati.
Tatkala Syekh Datuk Kahfi memimpin pesantren, majelis pengajiannya di Gunung Amparan Jati menjadi makin terkenal. Banyak sekali santri-santri yang ikut belajar agama Islam, diantaranya ialah putra-putri Prabu Siliwangi dengan Nyai Subanglarang. Mereka adalah Raden Walangsungsang dengan istrinya Indang Geulis, dan adiknya Nyai Rarasantang.
Mereka inilah yang kemudian berperan dalam Pembangunan Cirebon dan juga syiar Islam di wilayah Jawa Barat. Bahkan kemudian Raden Walangsungsang menjadi pendiri sekaligus Pemimpin di Cirebon.
Peran Kiai Syekh Datuk Kahpi dan para santrinya kala itu dalam membangun kejayaan Cirebon tampak sangat menonjol. Islam di Cirebon kala itu berkembang pesat hingga mengalahkan agama yang lama, ternyata dibangun bukan dengan gerakan anarkis atau dengan perjuangan yang berdarah-darah. Kiai Syekh Datuk Kahpi mensyiarkan Islam dengan mewujudkan sabda Rasulullah saw., yakni dengan menebar citra bahwa Islam itu adalah agama yang menebar rahmatan lil ‘alamin.
Rupanya Kiai Syekh Datuk Kahpi paham benar tentang ajaran Islam sebagaimana yang di firmankan Allah SWT dalam Alquran Surat Al- Qashash:77 yang terjemahannya berbunyi, “…dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan“.
Di bawah ini merupakan silsilah Syekh Datuk Kahfi yang bersambung dengan Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath hingga Ahmadal-Muhajir bin Isa ar-Rumi (Hadramaut, Yaman) dan seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW yang syahid terbunuh dalam pembantaian di Padang Karbala, Iraq.
Nabi Muhammad SAW, berputeri
  • Sayidah Fatimah az-Zahra menikah dengan Imam Ali bin Abi Thalib, berputera
  • Imam Husain a.s, berputera
  • Imam Ali Zainal Abidin, berputera
  • Muhammad al-Baqir, berputera
  • Imam Ja’far ash-Shadiq, berputera
  • Ali al-Uraidhi, berputera
  • Muhammad al-Naqib, berputera
  • Isa al-Rumi, berputera
  • Ahmad al-Muhajir, berputera
  • Ubaidillah, berputera
  • Alawi, berputera
  • Muhammad, berputera
  • Alawi, berputera
  • Ali Khali’ Qosam, berputera
  • Muhammad Sahib Mirbath, berputera
  • Sayid Alwi, berputera
  • Sayid Abdul Malik, berputera
  • Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera
  • Sayid Abdul Kadir, berputera
  • Maulana Isa, berputera
  • Syekh Datuk Ahmad, berputera
  • Syekh Datuk Kahfi
Syekh Datuk Kahfi wafat dan dimakamkan di Gunung Jati, bersamaan dengan makam Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Pangeran Pasarean, dan raja-raja Kesultanan Cirebon lainnya.


Syekh Pangeran Cakrabuana Cirebon

Masyarakat Cirebon mungkin sudah tidak asing lagi dengan Pangeran Cakrabuana, menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai Laut jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Pajajaran dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat pemukiman ke tempat pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.
Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai pemenang.
Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon dengan Raja bergelarCakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.
Sampai saat ini Pangeran Cakrabuana dikenal sebagai salah satu Tokoh pendiri Cirebon, kepiawaian beliau memerintah di Cirebon sangat dikenal, dilihat dari beberapa peninggalan sejarah terjadi perpaduan seni dan budaya termasuk bahasa di Cirebon. Keanekaragaman suku bangsa dan agama tidak menjadi penghalang berjalannya pemerintahan saat itu, toleransi beragama sangat dijunjung tinggi sehingga siapapun yang tinggal di Cirebon saat itu bisa beraktivitas secara leluasa dan sepeninggal beliau sampai saat sekarang masih terjadi akulturasi budaya dan tentunya bukan sebagai budaya masing-masing suku bangsa tetapi sebagai budaya Cirebon termasuk bahasa yaitu bahasa Cirebon sebagai salah satu kekayaan bangsa.
Sudah sepatutnyalah kita sebagai generasi sekarang mampu menghargai dan menjunjung tinggi apa yang telah dilakukan oleh pendahulu kita, mari kita bangun Cirebon dan tentunya Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga diperhitungkan kembali di mata Internasional secara politik, perdagangan, budaya dan tentunya toleransi yang telah ditunjukan oleh para pendahulu kita


Syekh Syarif Hidayattullah Sunan Gunung Jati


Syech Syarief Hidayatulloh dilahirkan Tahun 1448 Masehi. Ayahanda Syech Syarief Hidayatulloh adalah Syarief Abdullah, seorang dari Mesir keturunan ke 17 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhamad, Ibunda Syech Syarief Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Muda’im adalah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan Padjajaran. Syech Syarief Hidayatullah berkelana untuk belajar Agama Islam dan sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.


Syech Syarief Hidayatullah dengan didukung uwanya, Tumenggung Cerbon Sri Manggana Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang dan didukung Kerajaan Demak, dinobatkan menjadi Raja Cerbon dengan gelar Maulana Jati pada tahun 1479.

Sejak itu pembangunan insfrastruktur Kerajaan Cirebon kemudian dibangun dengan dibantu oleh Sunan Kalijaga, Arsitek Demak Raden Sepat, yaitu Pembangunan Keraton Pakungwati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jalan pinggir laut antara Keraajaan Pakungwati dan Amparan Jati serta Pelabuhan Muara Jati.

Syech Maulana Jati pada Tahun 1526 Masehi, menyebarkan Islam sampai Banten dan menjadikannya Daerah Kerajaan Cirebon. Dan pada Tahun 1526 Masehi juga tentara Kerajaan Cirebon dibantu oleh Kerajaan Demak dipimpin oleh Pangli
Kelapa dan Portugis, dan diberi nama baru yaitu Jayakarta.

Pada tahun 1533 Masehi, Banten menjadi Kasultanan Banten dengan Sultannya adalah Putra dari Syech Maulana Jati yaitu Sultan Hasanuddin.

Syech Maulana Jati salah seorang Wali Sanga yang mempekenalkan visi baru bagi masyarakat tentang apa arti menjadi Pemimpin, apa makna Masyarakatm, apa Tujuan, Masyarakat, bagaimana seharusnya berkiprah di dalam dunia ini lewat Proses Pemberdyaan.

Syech Maulan Jati melakukan tugas dakwah menyebarkan Agama Islam ke berbagai lapisan Masyarakat dengan dukungan personel dan dukungan aspek organisasi kelompok Forum Walisanga, dimana forum Walisanga secara efektif dijadikan sebagai organisasi dan alat kepentingan dakwah, merupakan siasat yang tepat untuk mempercepat teresebarnya Agama Islam.

Syech Maulana Jati berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1568 Masehi.

Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka.

Meninggal dalam usia 120 tahun, sehingga Putra dan Cucunya tidak sempat memimpin Cirebon karena meninggal terlebih dahulu. Sehingga cicitnya yang memimpin setelah Syech Maulana Jati.

Syech Syarief Hidayatullah kemudian dikenal dengan Sunan Gunung Jati karena dimakamkan di Bukit Gunung Jati.ma Perang bernama Fatahillah merebut Sunda